• RSS
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin

Rabu, 24 November 2010

RENUNGAN BAGI GURU

Saifuddin Zuhri Qudsy

Di suatu pagi, seorang guru, sebut saja, Joko, sedang menyruput wedang kopi di depan rumahnya sembari membaca koran. Umurnya sudah cukup senja, 50 tahun. Wajahnya terlihat murung membaca berita-berita itu. Dia membaca berita si Gayus, muridnya yang dulu masih ingusan dan suka menyeka ilernya dengan tangan kanan, kini menjadi orang kondang karena masalah KKN. Sudah dibui masih juga jalan-jalan ke Bali, “Duh, apa yang salah dengan diriku, kok anak didikku berprilaku seperti itu,” batin si guru sambil garuk-garuk kepala. Dia mencoba membuka halaman 2 di koran itu, lagi-lagi dia dikagetkan dengan artikel berita berjudul: “Bahtiar Hamzah tersangkut korupsi pengadaan mesin jahit” lagi-lagi dia menggaruk kepalanya. “Weleh-weleh, muridku yang senior dan generasi pertama ini kok kena juga.” Di sampingnya berita itu juga tertulis judul berita “Bakrie tersangkut masalah pajak” dia bergumam: “Ealah, muridku yang satu ini, pinter di kelas, rajin, ternyata podo wae.”

Karena tidak tahan membaca berita-berita itu, dia pun kemudian membuka rubrik selebritis. Dia berpikir dengan membaca itu dia berharap sedikit terhibur. Namun, alangkah terkejutnya dia ketika membuka rubrik yang dia inginkan itu sang guru mulia ini disodori berita “Krisdayanti selingkuh,” ya selingkuh dengan Raul Lemos. Mumet, pusing tujuh keliling melihat anak didiknya yang dia asuh dengan penuh pengertian dan harapan ternyata memiliki prilaku dan tingkah yang jauh dari yang dia inginkan. Bapak guru Joko menarik nafas panjang sembari mengangkat gelas kopi yang ada di sampingnya. Dia merenung lama seolah berpikir keras apa sih yang kurang dan yang salah dari para guru sehingga anak didiknya seperti ini? Guru yang di dahinya tampak dua tanda hitam bekas sujud itu berpikir “Apakah guru-guru ini salah karena terlalu mengedepankan ilmu pengetahuan dan mengesampingkan materi moralitas, akhlak, dan lain sebagainya?” “Apakah anak didik ini perlu dimondokkan?” “Tapi, bukannya para birokrat legislatif dan yudikatif yang dulu pernah menjadi anak didiknya banyak yang mondok ketika masa SMP dan SMAnya, tapi kenapa banyak di antara mereka yang tersangkut masalah korupsi?” dan tiba-tiba dia berteriak “Apa sih yang salah dengan kami ya Allah, sehingga mereka banyak yang menyimpang dari jalanmu ya Allah?!”

Teriakan keras itu membuat kaget istrinya, Wartinah: “Ono opo to pae, kok mbengok-mbengo dewe?” (Ada apa pak kok teriak-teriak sendiri). “Ngga’, ga ada apa-apa kok buk ne” jawabnya.

Sekali lagi dia membolak-balik koran yang ada di tangannya itu, seakan berharap ada berita yang mengenakkan dan mendinginkan hatinya. “Bibir TKW, Sumiati, dipotong.” “Astagfirullah, muridku yang satu ini kok ngenes temen yo, dulu cantik kok wajahnya sekarang amburadul kayak ini, Kok bisa pusat negara Islam, warganya melakukan perbuatan lalim seperti ini, berarti perjuangan Rasulullah di negara ini masih belum selesai!” teriaknya dalam hati.

Dia masih saja membuka halaman lain, seolah tidak puas dan mencari kabar yang mengenakkan hatinya, tapi alangkah kagetnya dia saat membaca berita kecil “sepasang pelajar bercinta di kebun jagung,” Astagfirullah, astagfirullah.... ucapnya setengah teriak. Dan tanpa sadar dia berteriak lebih keras lagi: “Apa yang salah dengan saya kok anak didik saya jadi begini...... apa salah kami.....!!!!”

“Prangg....,” piring yang dipegang Wartinah pecah jadi dua mendengar teriakan itu. Dengan setengah terhuyung-huyung dia lari ke suaminya yang tercinta itu dan berteriak: “Ono opo to pak!!”

Ngga’, ga ada apa-apa kok buk ne” jawabnya sambil mencampakkan koran yang dia pegang.

Luweh, sing penting aku ngajar!” batinnya, sembari pergi ke kamar mandi.

0 komentar: